Beranda | Artikel
Kiat Meraih Istiqamah di Atas Aqidah Shahihah
Selasa, 6 Agustus 2024

Bersama Pemateri :
Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili

Kiat Meraih Istiqamah di Atas Aqidah Shahihah adalah tabligh akbar yang disampaikan oleh Syaikh Prof. Dr. Ibrahim bin ‘Amir Ar-Ruhaili Hafidzahullah pada Ahad, 29 Muharram 1446 H / 4 Agustus 2024 M.

Tabligh Akbar Tentang Kiat Meraih Istiqamah di Atas Aqidah Shahihah

Ketika seorang hamba berpegang teguh di atas aqidah yang sahihah, kemudian dia berjalan di atas ibadah yang sahihah yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kemudian dia berhias diri dengan akhlak-akhlak yang mulia, maka dia akan menjadi seorang hamba yang selamat di dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Adapun tema pembahasan kita, terkait dengan kiat agar kita bisa istiqamah di atas aqidah yang sahihah, yang mana itu bagian dari tiga perkara penting di dalam agama kita.

Sesungguhnya, istiqamah di atas aqidah yang sahihah adalah perkara yang sangat penting dalam agama kita, perkara yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan telah ditunjukkan oleh nash-nash Al-Qur’anul Karim dan juga Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahkan, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaitkan antara keselamatan seorang hamba dengan keistiqamahan di atas aqidah yang sahihah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengikrarkan, ‘Rabb kami adalah Allah,’ kemudian mereka istiqamah (diatas ikrar tersebut dengan segala konsekuensinya), maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak pernah bersedih hati.” (QS. Al-Ahqaf [46]: 13)

Di ayat lain, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengikrarkan, ‘Rabb kami adalah Allah,’ kemudian mereka (berusaha) istiqamah (dengan segala konsekuensinya), maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan), ‘Janganlah kamu takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah Allah janjikan kepadamu.`” (QS. Fussilat [41]: 30)

Dalam hadits dari Sufyan bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu, ia pernah bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Wahai Rasulullah, katakan kepadaku satu kalimat dalam Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain Engkau.” Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ

“Katakan, ‘Aku beriman kepada Allah,’ kemudian istiqamahlah (diatas kalimat tersebut dengan segala macam konsekuensinya).” (HR. Muslim)

Nash-nash syariat dari Al-Qur’anul Karim dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menunjukkan dua pondasi besar yang menjadi jalan keselamatan seorang hamba. Yang pertama adalah keselamatan dalam aqidah, yaitu berjalan di atas aqidah yang benar. Yang kedua adalah istiqamah, yaitu kontinu di atas keyakinan yang benar tersebut.

Sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا. Ini adalah pondasi pertama yang menunjukkan pentingnya keselamatan aqidah dalam kehidupan seorang hamba. Sedangkan asas kedua disebutkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: ثُمَّ اسْتَقَامُوا. Yaitu, istiqamah di atas aqidah yang sahihah.

Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu pernah menjelaskan bahwa makna istiqamah adalah seorang mukmin tetap tsabat (teguh) di atas agamanya, dia tidak berpindah-pindah atau melenceng dari tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagian ahli ilmu mengatakan bahwa makna istiqamah pada ayat di atas adalah istiqamah di atas kalimat tauhid, istiqamah di atas kalimat لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ.

Setelah seorang hamba berusaha untuk berjalan di atas aqidah yang sahihah, dia berusaha untuk istiqamah di atas aqidah tersebut. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada sahabat Sufyan bin Abdillah: قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ “Katakan, ‘Aku beriman kepada Allah,’ kemudian istiqamahlah di atas keimanan tersebut dengan segala macam konsekuensinya.” (HR. Muslim)

Nash-nash di atas menunjukkan bahwa keistiqamahan di atas aqidah yang sahihah adalah perkara yang sangat agung dalam agama kita. Maka, janganlah seorang muslim berpaling dari tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan berpaling dari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Seandainya kita telah memahami kaidah di atas, maka sesungguhnya seorang Muslim sangat layak memberikan perhatian besar terkait dengan keistiqamahan di atas aqidah yang shahihah. Hendaknya kita memiliki perhatian yang besar tentang bagaimana mampu istiqamah di atas aqidah yang shahihah. Dan kita semua meyakini bahwa keistiqamahan seorang hamba di atas aqidah yang shahihah adalah dengan taufik dan karunia Allah Subhanahu wa Ta’ala. Namun, seorang Muslim harus berusaha untuk mengambil sebab yang dengannya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan keistiqamahan bagi seorang hamba untuk dapat tetap teguh di atas aqidah yang benar.

Selain berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, kita juga perlu berupaya mengambil sebab-sebab agar mampu istiqamah di atas aqidah yang benar. Pembicaraan ini terkait dengan wasilah-wasilah yang akan mengantarkan seorang hamba kepada jalan-jalan keistiqamahan di atas aqidah yang benar. Kata وَسَائِلُ (al-wasa’il) dalam bahasa Arab merupakan bentuk jamak dari kata وَسِيلَة (wasilah) yang berarti sesuatu yang mengantarkan seorang hamba kepada tujuan tertentu.

Maka وَسَائِلُ الثَّبَاتِ (wasilah-wasilah tsabat) di atas keistiqamahan adalah jalan-jalan yang dengannya seorang hamba akan diberikan taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk istiqamah di atas aqidah yang benar.

Sarana-Sarana untuk Istiqamah di Atas Akidah yang Benar

Sarana-sarana yang mengantarkan seorang hamba untuk istiqamah di atas akidah yang benar secara global terbagi menjadi tiga macam:

1. Wasilah Ilmiah I’tiqadiyah

Wasilah ilmiah terkait dengan masalah keyakinan dan istidlal (metode pendalilan) yang sesuai dengan dalil-dalil dari Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

2. Wasilah Ta’abbudiah

Wasilah ta’abbudiah terkait dengan amalan seorang hamba dalam menjalankan ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

3. Wasilah Wiqaiyah

Wasilah wiqaiyah adalah sarana penjagaan diri yang terkait dengan mujahadatun nafs, yaitu bagaimana seorang hamba berjihad melawan hawa nafsunya dan meninggalkan perkara-perkara yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penjelasan Wasilah Ilmiah I’tiqadiyah

Adapun macam yang pertama dari macam-macam wasail istiqamah di atas akidah yang sahihah adalah wasail ilmiah i’tiqadiyah, yang terkait dengan metode istidlal (metode pendalilan) di dalam masalah aqidah. Maka, tercabang dari wasilah yang pertama ini beberapa hal:

Pertama, wajib meyakini bahwasanya hujah yang wajib diikuti oleh setiap Muslim terkait dengan masalah-masalah aqidah adalah Al-Qur’anul Karim, Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Sunnah para Khulafaur Rasyidin, Ijma’ para ulama, qiyas (analogi) yang benar. Maka keyakinan seorang muslim harus dikembalikan kepada sumber-sumber pendalilan ini.

Ketika seorang Muslim membangun aqidahnya di atas dalil-dalil yang telah disebutkan, itu akan mengantarkannya untuk mampu istiqamah di atas aqidah yang benar. Karena itulah aqidah yang berjalan di atasnya Nabi kita Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, para sahabat, dan kaum Salafush shalih terdahulu, itulah sumber keselamatan di dalam aqidah seorang Muslim.

Kedua, beristidlal atau berhujah dengan nash-nash syari (al-Qur’anul Karim, sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ijma’ para ulama, sunnah para Khulafaur Rasyidin, dan qiyas yang shahih) dalam seluruh masalah aqidah. Kewajiban seorang Muslim adalah berusaha menjalankan konsekuensi dari dalil-dalil tersebut dan mencukupkan diri dengan sumber-sumber dalil tersebut dalam membangun keyakinan.

Sebagian manusia menjadikan sandaran keyakinan mereka selain daripada poin-poin di atas. Contohnya, kaum Falasifah yang berhujah dalam masalah aqidah dengan mantik, orang-orang Ahlul Kalam yang beristidlal dengan akal semata, dan orang-orang yang ghuluw (berlebihan) menjadikan ucapan pembesar-pembesar mereka sebagai dalil untuk membangun aqidah mereka. Sebagaimana juga orang-orang yang ghuluw di dalam masalah fiqih, mereka berhujjah dengan pendapat sebagian ahli ilmu, padahal pendapat tersebut secara jelas bertentangan dengan dalil yang datang dari Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Maka seorang Muslim wajib membangun aqidahnya di atas dalil-dalil yang telah disebutkan. Dan dalil-dalil tersebut adalah dalil-dalil yang ma’shum (terpelihara dari kesalahan). Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu Ta’ala mengatakan bahwa agama kaum Muslimin dibangun di atas kewajiban mengikuti petunjuk al-Qur’anul Karim dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, serta apa yang disepakati oleh ulama kaum Muslimin. Karena itulah yang ma’shum. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda ketika memberikan jaminan keselamatan bagi orang yang berpegang diatas tuntunan al-Qur’anul Karim dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Aku tinggalkan di tengah kalian dua perkara yang jika kalian berpegang teguh dengan keduanya, niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya. Kedua perkara tersebut adalah Kitabullah (al-Qur’an) dan sunnahku” (HR. Malik).

Ijma’ para ulama juga dibangun di atas dalil. Ketika para ulama bersepakat atas satu permasalahan, maka kesepakatan mereka dibangun di atas dalil syari, yaitu petunjuk al-Qur’anul Karim, sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Demikian pula sunnah para Khulafaur Rasyidin, kita diperintahkan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk meniti sunnahnya para Khulafaur Rasyidin. Maka mengikuti sunnah Khulafaur Rasyidin adalah bagian dari konsekuensi mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Demikian pula qiyas yang shahih juga dibangun di atas dalil, di atas nash-nash syariat, yaitu petunjuk al-Qur’anul Karim dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maka, inilah lima sumber yang menjadi asas dan pondasi seorang Muslim dalam membangun aqidahnya. Kita berupaya untuk membangun setiap masalah aqidah kita di atas dalil-dalil tersebut.

Di antara wasilah yang mengantarkan seorang hamba kepada jalan keistiqamahan dari sisi pendalilan adalah kita berusaha untuk menjamak (menggabungkan) nash-nash yang datang dalam agama kita, tanpa mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian lainnya. Karena antara satu nash dengan nash lain saling melengkapi, menyempurnakan, menjelaskan, dan menafsirkan. Ada nash yang umum kemudian dikhususkan oleh nash lain, ada nash yang mujmal kemudian dijelaskan oleh nash lain, dan ada nash yang mutlak kemudian diikat dengan nash lain.

Al-Imam Ahmad Rahimahullahu Ta’ala pernah mengatakan, “الحديث إذا لم تجمع طرقه لم تفهمه، والحديث يفسر بعضه بعضاً” (Hadits, jika kamu tidak berupaya untuk menggabungkan semua jalur periwayatannya, maka kamu tidak akan memahami makna hadits tersebut dengan sesungguhnya. Karena hadits akan menafsirkan satu dengan yang lainnya).

Ulama lain, seperti Al-Imam Yahya bin Ma’in Rahimahullahu Ta’ala, mengatakan, “Siapa yang mengambil hadits kurang dari 30 jalan, maka kami tidak akan mengambil hadits darinya.”

Oleh karena itu, di antara sebab penyimpangan sebagian firqah dalam masalah aqidah adalah mengambil sebagian dalil kemudian meninggalkan sebagian lainnya. Misalnya, firqah Murjiah yang hanya mengambil dalil-dalil terkait dengan janji kebaikan, seperti “Bahwasanya Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya,” dan melalaikan nash-nash yang terkait dengan ancaman Allah. Mereka hanya berpegang pada dalil tentang kemurahan, rahmat, dan kasih sayang Allah, namun tidak mengambil dalil tentang ancaman-ancaman-Nya.

Sebaliknya, orang-orang Khawarij hanya mengambil nash-nash ancaman dari Allah dan melalaikan dalil tentang ampunan, rahmat, dan kemurahan Allah. Sehingga mereka mudah mengkafirkan orang-orang beriman dan kaum Muslimin.

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Dengarkan dan Download Kajian Tabligh Akbar Tentang Kiat Meraih Istiqamah di Atas Aqidah Shahihah

Jangan lupa untuk turut menyebarkan kebaikan dengan membagikan link download tabligh akbar ini ke media sosial Antum. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Antum semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54341-kiat-meraih-istiqamah-di-atas-aqidah-shahihah/